Tikungan Berdarah
Bani adalah seorang mahasiswa kedokteran semester tujuh. Belakangan ini, dia disibukkan dengan tugas-tugas, juga praktik di laboratorium kampusnya. Bani selalu pulang larut malam. Dia termasuk mahasiswa yang ambisius dan mempunyai ketekatan yang kuat. Karena kerajinan dan kepintarannya, Bani selalu ditugaskan oleh dosen pembimbingnya untuk menyiapkan dan membersihkan peralatan yang digunakan untuk praktikum.
Malam itu, Bani pulang larut sekali. Tepat pukul 12 malam, dia baru beranjak untuk pulang. Meskipun begitu, Bani selalu berani. Walau sesekali dia merasa ketakutan, namun dia tetap saja memberanikan diri untuk menyelesaikan tugas-tugas yang dibebankan padanya.
Bani berjalan melewati koridor kampus. Dia berjalan dengan santai di lorong yang sepi. Hanya ada beberapa lampu yang menyala. Mungkin, penjaga kampus telah mematikan sebagian lampu disana. Terdengar dengan jelas di gendang telinga Bani, suara hentakan kaki yang seketika membuatnya bergidik. Suara jeritan lembut namun mencekam yang membuat konsentrasi Bani buyar, terus saja melantunkan seakan meminta untuk menemai. Bani tetap berjalan tanpa mempedulikan suara-suara yang timbul itu. Dia sudah terbiasa dengan perlakuan para penjaga di sini. Tunggu! Penjaga? Mungkin lebih tepatnya para makhluk gaib yang telah lama bersarang di dalam kampus ini.
Bani telah sampai di ujung pintu keluar. Dia membuka gerbang yang tidak di kunci oleh pak satpam, lalu menutupnya kembali. Mungkin, para satpam sudah tidur sebab kelelahan. Dia meneruskan perjalanan pulang menuju kontrakan tempat tinggalnya dengan berjalan kaki melewati gang-gang kosong. Tidak terlalu jauh, namun menyita keberanian jika harus bepergian malam-malam seperti itu. Tenang saja, Bani sudah terbiasa dengan keadaan yang seperti ini. Terkadang Bani ditemani oleh seseorang. Oh! Bukan! Tidak ada yang tahu siapa yang menemaninya.
Setelah sampai di kontrakan, dia bergegas membersihkan diri. Bani tidak langsung tidur, meskipun besok harus pergi ke kampus lagi. Kebiasaan malamnya adalah pergi ke lahan kosong tepat di belakang kontrakannya. Benar saja, setelah berberes dia langsung berjalan menuju tempat itu.
Sepetak lahan kosong itu tidak pernah dikunjungi satu orang pun. Meskipun pada siang hari matahari menyinari lahan itu, namun tetap saja tidak ada satu pun orang yang mau kesana. Di tempat itu, terdapat pohon beringin yang tumbuh menjulang dengan ranting dan daun yang sangat lebat hingga menutupi sebagian dari lahan kosong itu. Hanya ada pohon beringin besar itu yang terlihat dengan jelas di lahan tersebut. Namun, di pohon itu terdapat sebuah ayunan yang menggelantung. Setiap kali Bani menyinggahi tempat itu, seketika si ayunan langsung bergerak mengayun dengan sendirinya. Terlihat Bani sedang berdiskusi dengan seseorang, dan mulai mengayunkan sebilah kayu yang terpancang dengan tali yang terhubung pada pohon beringin tua itu. Bani mengayunkan dengan lembut, seakan dia sedang bermain ayunan dengan seseorang. Dia terlihat sangat senang, juga sesekali dia berbicara entah dengan siapa lawan bicaranya itu.
“Kamu senang? Aku akan selalu menemani kamu. Kamu janji jangan tinggalkan aku, ya?” cakap Bani dengan seseorang yang sama sekali tidak terlihat.
Bani bukanlah lelaki indigo. Dia adalah lelaki normal yang sama seperti orang-orang biasanya. Namun, dia mempunyai kelebihan dapat melihat hantu atau makhluk gaib. Tidak! Hanya seorang hantu saja. Kejadian itu berawal semenjak Bani memulai praktikum dengan mayat. Mayat tersebut adalah mayat perempuan yang dulunya sangatlah cantik. Dan seseorang yang tidak terlihat sedang bercakap dengan Bani adalah roh gadis yang mayatnya menjadi bahan praktikum Bani.
“Regan, pelan-pelan aja. Nanti kamu jatuh gimana?” tutur Bani kepada sosok yang dia sebut dengan nama ‘Regan’ itu.
“Bani tenang aja ya. Regan nggak bakal jatuh kok. Kalaupun Regan jatuh, nggak bakal sakit.” Tukas gadis tak terlihat yang bernama Regan itu sambil mengernyitkan senyum, jika seseorang bisa melihatnya. Namun sayang, hanya Bani yang bisa melihat senyum cantik gadis itu.
“Regan sayang, rambut kamu panjang, nih. Sampai menyapu tanah. Biar aku ikat rambut kamu, ya.” Tukas Bani sambil mengelus rambut Regan yang terurai panjang hingga menutup seluruh punggung Regan.
Bani mengikat rambut Regan sambil bersandar di bawah pohon beringin dan Regan yang tepat berada di depan Bani.
“Bani, Regan mau tanya. Kamu suka diganggu nggak sama orang?” tanya Regan dengan memainkan kuku-kuku panjang yang hitam miliknya.
“E- Eh, enggak kok. Nggak ada.” Jawab Bani yang dalam hatinya sedang menutupi sesuatu tanpa ingin Regan mengerti.
Meskipun begitu, Regan tidak semudah itu percaya dengan omongan Bani. Tanpa ia ketahui, Regan meliriknya dengan tatapan yang nanar. Bagaimana mungkin Regan bisa membiarkan Bani diganggu ataupun disukai oleh orang lain. Meskipun Regan hanyalah wanita misteri yang tak mungkin bisa satu dunia dengan Bani, kecuali Bani mati. Meskipun mereka sadar dengan keadaan dan dunia mereka yang berbeda. Namun, Regan maupun Bani tetap saling mengerti dan memahami satu sama lainnya.
Hubungan Bani dan Regan berawal ketika mayat Regan menjadi objek pembelajaran Bani di kampusnya. Meskipun teman-teman Bani juga dosennya tidak melihat arwah dari gadis itu, namun Bani bisa melihatnya. Hanya Bani sendiri. Mungkin jika di dunia nyata, ini disebut ‘Jodoh’. Iya, benar sekali. Mungkin mereka telah menjadi jodoh. Jodoh dua dunia, yang sulit mendapat kemungkinan untuk bisa bersama. Jika dipikir, sulit sekali menjalani hubungan yang seperti itu. Namun, Bani dan Regan telah bersepakat untuk bersama. Entah apapun yang akan terjadi kedepannya, mereka akan melewatinya. Entah akan berakhir luka, ataupun berakhir suka. Tinggal takdir yang menjawab semua yang akan terjadi pada mereka.
Rembulan semakin berjalan mengizinkan sang fajar untuk menyingsingkan sinar hangatnya. Bani beranjak pulang dan meninggalkan Regan disana. Meskipun Regan bisa saja mengikuti Bani, tetapi Regan memutuskan untuk tetap tinggal disana dengan alasan tidak ingin mengganggu Bani. Apalagi kalau-kalau Bani sedang mengerjakan banyak tugas. Bani berjalan menuju kamar kontrakannya. Dia segera bergegas tidur, meskipun jadwal kuliah Bani adalah siang.
Di kampus sore itu, Bani sedang menyelesaikan tugas-tugasnya bersama teman-teman di dalam laboratorium.
“Hai, Bani. Nih, minuman buat kamu.” Sapa seorang wanita cantik dengan menyodorkan sebotol minuman dingin untuk Bani.
“Oh, i- iya. Terima kasih, ya.” Timbal Bani menerima botol minuman itu.
Mereka duduk di kursi panjang depan laboratorium sambil meminum minuman tadi. Mereka terlalu asik berdiskusi, sampai-sampai Bani tidak menyadari bahwa ada Regan yang sedari tadi mengawasi tindakan Bani dan wanita yang tengah bersama Bani. Regan bertengger di atas pohon mangga yang tak jauh dari tempat duduk Bani. Seperti biasa, jubah putih panjang dengan rambut ikal yang di gerai telah menjadi stylist Regan setiap harinya. Regan memandangi Bani dan wanita itu dengan tatapan yang tak suka, dan sesekali Regan mengepalkan tangan juga kepala yang dimiringkan ke kiri dan kanan, tanda bahwa dia sedang tidak suka dengan suasana yang dia lihat.
“Ban, aku mau ngomong serius sama kamu.” Ucap wanita itu dengan menundukkan kepala tanda ragu.
“Sarah mau ngomong apa? Ngomong aja” balas Bani kepada wanita bernama Sarah itu.
“Em … gini, Ban. A- Aku masih … em … ini, aku masih sayang sama kamu.” Tukas Sarah dengan kalimat akhir yang dipercepatnya.
“Ha? Maksud kamu apa, Sar?” cakap Bani meminta penjelasan.
“Kenapa kita nggak perbaiki hubungan kita kayak dulu lagi, Ban? Menjadi pasangan kekasih lagi. Toh ya dulu kita berpisah sebab kesalahpahaman, kan? Dan sekarang, kita sudah saling tau kesalahpahaman itu. Jadi … kamu mau nggak balik lagi kayak dulu?” papar Sarah menjelaskan tentang apa yang dia pendam kepada Bani.
“Iya, Sar. Aku dulu sayang sekali sama kamu. Ketika pisah sama kamu, hidupku seakan berhenti dan menyerah. Tapi … sekarang ya sekarang. Sudah tak lagi seperti dulu, Sar. Aku … aku mencintai wanita lain, maaf.” Jelas Bani kepada Sarah dengan nada meminta maafnya.
Sarah dan Bani adalah pasangan kekasih. Oh, maaf. Itu dulu. Sekarang, mereka hanyalah sebatas teman biasa saja. Di lain sisi, hati Bani telah terpaut oleh seseorang yang sangat dia sayangi. Seseorang itu bukan lagi Sarah, melainkan Regan. Kekasih bayangannya.
“K- Kamu … suka sama cewek lain? Kamu bohong, ya? Selama ini aku nggak pernah liat kamu barengan sama cewek. Sama cowok aja kamu jarang berbaur. Mana mungkin tiba-tiba kamu deket sama cewek?” tutur Sarah dengan nada sinis.
“Terserah kamu mau percaya apa nggak, tapi aku nggak bohong. Dan satu lagi, aku udah nggak ada rasa lagi sama kamu. Hubungan kita … udah selesai dari lama.” cecar Bani pada Sarah.
Bani beranjak pergi meninggalkan Sarah sendiri. Dia tak ingin, jika perdebatannya dengan Sarah semakin menjadi-jadi. Di sisi lain, Regan yang sedari tadi menyimak obrolan Bani dengan Sarah merasa kesal. Sarah telah mengincar kekasihnya, yaitu Bani.
“Lihat saja, Sarah. Aku akan melakukan segala cara, agar kamu nggak dekat-dekat lagi sama Bani.” Batin Regan dengan tatapan kesal.
Hari sudah terlalu larut. Semua mahasiswa kedokteran di kampus telah beranjak pulang, termasuk Bani. Bani pulang berjalan melewati gang-gang sepi. Namun, dia tidak sendirian. Ada Regan yang menemaninya. Mereka asik mengobrol sampai tak sadar bahwa sedari tadi Sarah sedang mengikuti mereka. Sarah memergoki Bani sedang berbicara sendiri. Bahkan, ia seolah sedang bersenda gurau dengan seseorang. Hal itu menjadikan Sarah makin bingung, dengan siapa Bani berbincang. Padahal, tak ada satu orang pun yang berada disana. Mana mungkin? Ini sudah terlalu larut untuk seseorang terjaga di perkampungan sepi dan sedikit gelap ini.
“Bani ngomong sama siapa, sih? Perasaan nggak ada satu orang pun, deh. Apa jangan-jangan … B- Bani … oh tidak! Jangan-jangan Bani gila?” batin Sarah yang sedang mendamaikan pikirannya tentang Bani.
Krekk!
“Siapa itu?” seru Bani secara tiba-tiba.
Sarah tak sengaja menginjak sebuah ranting, sebab pikirannya yang sedang acak.
“Oh tidak!” batin Sarah.
“Siapa di sana?” tanya Bani lagi, memastikan bahwa ada keberadaan seseorang di ujung gang itu.
“Udah, Ban. Nggak ada siapa-siapa gitu. Kita lanjutin pulang aja ya” ajak Regan.
“Iya deh” jawab Bani.
Sarah berhasil menyembunyikan diri di balik rumah kecil kumuh di ujung gang kampung itu. Ia memikirkan kejadian tadi secara acak. Bagaimana tidak? Bani yang ia kenal seorang yang ambis … gila? Atau apalah sebutannya. Yang jelas, Sarah bingung kenapa Bani bisa bicara sendiri bahkan bersenda gurau sendirian tanpa ada yang menemani.
Selama berhari-hari Sarah mencari tahu tentang Bani yang aneh. Berbagai macam cara dia lakukan untuk menggali banyak informasi. Mulai dari mengikuti gerak-gerik Bani di berbagai aktivitas dan tempat, sampai mencari tahu kepada orang pintar. Hemm … maksudnya lebih ke dukun, sih. Dan sampai akhirnya, Sarah menemukan keganjalan yang selama ini dia pendam. Dia mengetahui sebuah fakta, bahwa Bani bisa melihat sosok yang ‘tak terlihat. Dan fakta yang lebih mengejutkan lagi, Bani menjalin hubungan dengan sosok yang diketahui dia adalah seorang perempuan. Sarah ‘tak habis pikir, seorang Bani yang anaknya ambis dan selalu disukai para dosen di kampus, berhubungan bahkan mempunyai kekasih seorang … hantu.
“Oh tidak! Aku nggak percaya Bani bakal buta sama cinta kayak gini. Mau gimana pun, hantu tetaplah hantu. Nggak bisa diubah lagi jadi manusia. Itu anak otaknya udah diracuni kali ya, sama si hantu sialan itu,” Geram Sarah yang benar-benar tak percaya dengan hal yang sedang terjadi.
“Hem, lihat saja kau hantu sialan. Aku bakal ngambil Bani lagi. Kamu itu Cuma hantu yang sampai kapanpun nggak bakal bisa milikin Bani. Aku bakalan ngelakuin seribu cara, biar kamu si hantu brengsek pergi jauh-jauh dari Bani.” Raung Sarah sedari memutar tangan kanan yang mengepal dan tangan kiri yang dilebarkannya.
Tanpa Sarah sadari, Regan selalu mengikuti gerak-geriknya. Dari awal, Regan telah menaruh curiga dengannya. Toh ya Sarah nggak pernah bisa melihat Regan. Jadi, Regan dengan leluasa bisa mengikuti Sarah kapanpun ia mau.
Sore itu, Regan mengikuti Sarah yang sedang berjalan sendirian. Tanpa disangka, ternyata Sarah pergi ke sebuah gubuk, tempat salah satu paranormal tinggal. Regan menyimak baik-baik pembicaraan mereka dari jauh.
“Apa? Jadi … Sarah mau ngilangin penglihatan Bani padaku? Brengsek si Sarah! Liat aja, pembalasanku akan jauh lebih kejam.” Batin Regan yang dari tadi mendengar pembicaraan Sarah dengan paranormal itu.
Malam hari adalah waktunya Regan bermain dengan Bani seperti biasa di lahan kosong belakang kontrakan. Namun, sudah hampir pagi Regan menunggu, tak ada tanda-tanda Bani akan muncul. Terpaksa Regan menghampiri Bani di kamar kontrakannya.
“Oh, Bani lagi tidur. Pantesan dia nggak datang. Yaudah deh.” Tandas Regan dan meninggalkan kamar kontrakan Bani.
Siang harinya, seperti biasa, Bani pergi ke kampus. Namun, dia merasakan keanehan yang ada pada dirinya. Dari kemarin, dia nggak melihat Regan sama sekali. Bahkan, nggak seperti biasanya ia tak punya keinginan sedikit pun untuk menemui Regan. Bani pergi ke laboratorium tempat di mana mayat Regan disimpan. Dari tadi, Bani celingak-celinguk mencoba mencari keberadaan Regan. Biasanya jika Bani di samping mayat Regan, ia langsung muncul. Namun hingga larut pun Regan tak muncul sama sekali. Sekarang Bani menjadi sangat resah sekali. Pikirannya acak dan hatinya menahan rasa rindu juga sakit karena ketidakmunculan Regan dari kemarin.
“Ban, kamu nyari apa?” sapa Sarah yang pura-pura tidak tahu dengan apa yang telah terjadi.
“Em … A- Aku, nggak papa, kok. Bukan apa-apa.” Ketus Bani meninggalkan Sarah di laboratorium seram itu.
“Hemm, aku tau kok kamu lagi nyari apa?” batin Sarah gembira. “Syukurin loe hantu brengsek. Loe nggak bakal lagi bisa berduaan sama Bani. Sekarang, Bani adalah milikku. Makanya, gausah sok cantik deh. Sadar diri dong! hantu mau dapetin manusia? Mimpi kali. Kalo hantu ya hantu aja! nggak usah sok kecakepan! Pake mau berusaha dapetin Bani.”
Tanpa Sarah sadari, Regan mengetahui akal bulus Sarah. Ia juga sudah mengetahui bahwa Sarah lah yang menutup penglihatan Bani kepada Regan.
Bani merenung di depan laboratorium sendiri. Dia memikirkan Regan dengan gusar. Tak pernah Regan bersikap seperti ini.
“Regan, kamu di mana, sih. Aku tuh pengen ketemu. Kenapa kamu kayak gini?” lirih Bani sambil mengusap kasar wajahnya dengan kedua telapak tangan.
“Arghhhh! Sakit! Tolong!” teriak Sarah secara tiba-tiba yang mengagetkan seluruh mahasiswa yang berada di sekitar termasuk Bani.
“Arghh! Sakit!” teriaknya lagi sambil mencekik lehernya sendiri.
Bani menghampiri Sarah yang kesakitan dan berkata, “Sarah, kamu kenapa? Hei! Kamu kenapa mencekik leher kamu sendiri? Sarah! Sarah! Sadar!” sergah Bani sedari melepaskan tangan Sarah dari lehernya sendiri.
“Sarah! Kenapa?”
“Loh, ini Sarah kenapa?”
“Sarah, sadar.”
Beberapa mahasiswa yang berada di dekatnya mencoba untuk menghentikan perilaku aneh Sarah yang mencekik lehernya sendiri. Semua mahasiswa yang menyeksikan terlihat sangat panik. Beberapa anak ada yang mencoba memanggil dokter, bahkan ada yang membacakan Surah Yasin, sebab mereka menebak bahwa Sarah sedang kerasukan makhluk halus.
“Aku akan mati! Herggh! Aku akan mati!” raung Sarah dengan nada bicara yang berbeda seperti bukan dirinya.
“Aku akan mati!” tampiknya lagi.
Benar saja, di tubuh Sarah terdapat roh Regan. Tentu saja Regan kesal dengan perbuatan Sarah yang sudah merebut Bani dengan cara menutup penglihatan Bani terhadap Regan.
“Sar, kamu ngomong apa sih?” tukas Bani panik.
Sarah tidak mendengarkan semua omongan teman-temannya. Tidak! Tidak! Bukan Sarah. Tetapi Regan yang berada di tubuh Sarah.
Sarah yang sedang dikendalikan oleh Regan terus saja mencekik lehernya dan mulai berjalan mendekati ujung balkon laboratotium, yang kebetulan mereka sedang berada di laboratorium lantai 10.
“Sarah! Atau siapapun yang berada di tubuh Sarah, tolong hentikan!” teriak Bani berharap mau didengarkan.
Namun, percuma saja. Sarah yang sedang dikendalikan Regan terus berjalan mendekati pinggiran balkon.
“Jangan kesana!”
“Tolong, berhenti!”
“Bahaya!”
Teriak beberapa anak yang mencoba menghentikan kejadian yang sedang mereka saksikan. Namun, satu persatu kaki Sarah melangkah ke seberang pagar balkon.
Dengan tatapan nanar yang terus Sarah tunjukan, juga mulut dan kepala yang tidak bisa berhenti berputar, Sarah yang dikendalikan oleh Regan terus mencoba untuk melangkah dari balkon.
Tentu saja Regan ingin balas dendam dengan Sarah. Regan telah berjanji akan melakukan segala cara agar tidak ada yang mengganggu hubungan Regan dengan Bani. Dan ini adalah cara Regan membalas dendam. Bunuh diri. Iya, dengan cara membunuh Sarah.
Brak!!
Sarah jatuh dari balkon lantai 10.
“Tidak!”
“Sarah!”
Teriak beberapa anak yang shock melihat pemandangan mengerikan itu.
“Oh tidak! Sarah!” jerit Bani yang juga ‘tak percaya dengan kejadian ini.
Semua mahasiswa berjajar di pinggir balkon juga ada yang menyaksikan dari dekat kejadian. Nampak sekali tubuh Sarah yang jatuh tengkurap, dengan kepala yang dibanjiri oleh darah. Darah yang keluar dari kepala Sarah tak henti-hentinya mengalir. Bahkan halaman kampus yang tadinya bersih rapi, sekarang dipenuhi dengan cucuran darah segar yang terus mengalir.
Terbalas sudah dendam Regan kepada Sarah. Tidak ada lagi yang mengganggu dan merebut Bani darinya. Bahkan, Bani tidak mengetahui segala perselisihan yang terjadi antara Regan dan Sarah, di belakang Bani.
“Sudah impas. Aku sudah puas dengan kematian Sarah. Meskipun sulit untuk mengembalikan penglihatan Bani padaku, setidaknya siapapun yang telah menggangu Bani telah aku lenyapkan. Dan … nggak akan ada siapapun orang yang aku biarkan merebut Baniku.” Lirih Regan puas dengan kejadian itu.
Jasad Sarah di evakuasi oleh petugas. Dengan Bani yang masih merasa shok dengan kejadian ini, juga merasa khawatir kenapa Regan menghilang.
Bani pulang ke kontrakan tempat dia tinggal. Dia ingin menenangkan diri dari kejadian yang telah membuatnya seperti orang gila. Bani mencoba istirahat dengan memejamkan bola matanya. Seketika, Bani tenggelam dalam tidurnya.
Kini, Bani dan Regan sama-sama tidak tahu bagaimana kelanjutan hubungan mereka. Regan maupun Bani sedang berusaha memikirkan apa yang akan terjadi dengan mereka kedepannya. Mereka hanya bisa menanti takdir, yang akan akan menjelaskan cerita perihal jalan hidup mereka masing-masing. Entah mereka akan bertemu kembali, walau hanya sekadar hubungan dua dunia yang sulit bersama, atau berhenti dan mengakhiri semua yang telah mereka lewati. Takdir semesta ‘tak ada yang tahu. Jadi, mereka akan tetap setia menunggu keputusan sang semesta. Apa pun, dan bagaimanapun yang akan terjadi.
Komentar
Posting Komentar