LAPORAN OBSERVASI PEDAGANG KAKI LIMA DUKUH SUTOREJO SURABAYA

 

LAPORAN OBSERVASI PEDAGANG KAKI LIMA DUKUH SUTOREJO SURABAYA

 

Dosen Pengampu:

Arin Setiyowati, SHI., MA.

 




 

Penulis :

Danisa Nanda Pratiwi (20191553021)

 

PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

2021

 

 

 

       I.          1.  LATAR BELAKANG

Upaya pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan dan pengangguran, sebenarnya bukan hal yang baru. Namun, pemerintah baru sadar setelah terjadi krisis, bahwa kebijakan pemerintah selama ini menghasilkan fundamental perekonomian nasional yang rapuh, sehingga ke depan membutuhkan penanganan yang lebih serius karena tantangan semakin berat. Sejak krisis moneter tahun 1997 sektor UMKM telah mampu memberikan kontribusi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan dapat dipandang sebagai media penyelamat dalam proses pemulihan ekonomi nasional. Data BPS menunjukkan bahwa pada Maret 2013, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan) di Indonesia mencapai 28,07 juta orang (11,37 persen). Peranan komoditi makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan komoditi bukan makanan (sumber: Badan Pusat Statistika , 2013).

 

Peranan UMKM terutama sejak krisis moneter tahun 1997 dapat dipandang sebagai media penyelamat dalam proses pemulihan ekonomi nasional. Selain sebagai salah satu alternatif penyediaan lapangan kerja baru, UMKM berperan baik dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi dan sebagai program pengentasan kemiskinan maupun penyerapan tenaga kerja. UMKM merupakan suatu bentuk usaha kecil masyarakat yang pendiriannya berdasarkan inisiatif seseorang. Sebagian besar masyarakat beranggapan bahwa UMKM hanya menggunakan pihak-pihak tertentu saja. Padahal sebenarnya UMKM sangat berperan dalam mengurangi tingkat pengangguran yang ada di indonesia. UMKM dapat menyerap banyak tenaga kerja yang masih menganggur, selain itu mereka juga memanfaatkan berbagai sumber daya alam yang potensial di suatu daerah yang belum diolah secara komersial (Budi, 2011).

 

Usaha mikro tergolong jenis usaha marjinal, yang karena penggunaan teknologi yang relatif sederhana, tingkat modal yang rendah, akses terhadap kredit yang rendah, serta cenderung berorientasi pada pasar lokal. Oleh karena itu, harus selalu diupayakan strategi yang tepat untuk memberdayakan UMKM agar kesejahteraan masyarakat semakin terangkat. Berbagai peran strategis dimiliki sektor UMKM, namun sektor ini juga dihadapkan berbagai permasalahan. Kendala dan permasalahan antara lain dari aspek permodalan, kemampuan manajemen usaha dan kualitas sumberdaya manusia pengelolanya. Kendala dan permasalahan usaha kecil dan informal lainnya juga disebabkan karena sulitnya akses terhadap informasi dan sumberdaya produktif seperti modal dan teknologi, yang berakibat menjadi terbatasnya kemampuan usaha kecil untuk berkembang.

 

Menurut UU No. 20 Tahun 2008 Pasal 3 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, maka yang dimaksud dengan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yaitu:

1.      Usaha Mikro adalah Usaha Produktif milik orang perorangan dan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.

2.      Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang ini.

3.      Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

 

    II.            2KAJIAN TEORI

1.      Pemberdayaan

Mahidin (2006), mengemukakan bahwa pemberdayaan dapat diartikan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan seseorang atau kelompok sehingga mampu melaksanakan tugas dan kewenangannya sebagaimana tuntutan kinerja tugas tersebut. Pemberdayaan merupakan proses yang dapat dilakukan melalui berbagai upaya, seperti pemberian wewenang, meningkatkan partisipasi, memberikan kepercayaan sehingga setiap orang atau kelompok dapat memahami apa yang akan dikerjakannya, yang pada akhirnya akan berimplikasi pada peningkatan pencapaian tujuan secara efektif dan efisien.

Konsep pemberdayaan yang dilakukan bertujuan pada pemberdayaan bidang ekonomi dan bidang sosial, dengan maksud kelompok sasaran dapat mengelola usahanya, kemudian memasarkan dan membentuk siklus pemasaran yang relatif stabil dan agar kelompok sasaran dapat menjalankan fungsi sosialnya kembali sesuai dengan peran dan tugas sosialnya.

Keberdayaan masyarakat merupakan unsur dasar yang memungkinkan suatu masyarakat bertahan dan dalam pengertian yang dinamis mengembangkan diri dan mencapai kemajuan. Keberdayaan masyarakat itu sendiri menjadi sumber dari apa yang di dalam wawasan politik disebut sebagai ketahanan nasional. Artinya apabila masyarakat memiliki kemampuan ekonomi yang tinggi, maka hal tersebut merupakan bagian dari ketahanan ekonomi nasional (Rukminto, 2008).

 

2.      Produksi Islam

Kegiatan produksi dalam perspektif ekonomi Islam adalah terkait dengan manusia dan eksistensinya dalam aktivitas ekonomi, produksi merupakan kegiatan menciptakan kekayaan dengan pemanfaatan sumber alam oleh manusia. Berproduksi lazim diartikan menciptakan nilai barang atau menambah nilai terhadap sesuatu produk, barang dan jasa yang diproduksi itu haruslah hanya yang dibolehkan dan menguntungkan (yakni halal dan baik) menurut Islam (Mohamed Aslam Haneef, 2010).

Produksi dalam ekonomi Islam merupakan setiap bentuk aktivitas yang dilakukan untuk mewujudkan manfaat atau menambahkannya dengan cara mengeksplorasi sumber-sumber ekonomi yang disediakan Allah SWT sehingga menjadi maslahat, untuk memenuhi kebutuhan manusia, oleh karenanya aktifitas produksi hendaknya berorientasi pada kebutuhan masyarakat luas. Sistem ekonomi Islam merupakan istilah untuk sistem ekonomi yang dibangun atas dasar-dasar dan tatanan Al-Qur‟an dan Al-Sunnah dengan tujuan maslahah (kemaslahatan) bagi umat manusia dengan memiliki empat prinsip yaitu tauhid, keseimbangan, kehendak bebas serta tanggung jawab.

Prinsip produksi dalam Islam berarti menghasilkan sesuatu yang halal yang merupakan akumulasi dari semua proses produksi. Prinsip produksi dalam ekonomi Islam bertujuan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan dunia dan akhirat, sehingga kegiatan produksi harus dilandasi nilai-nilai Islam dan sesuai dengan maqashid al-syari’ah. Tidak memproduksi barang/jasa yang bertentangan dengan penjagaan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan dan harta, prioritas produksi harus sesuai dengan prioritas kebutuhan yaitu dharuriyyat, hajyiyat dan tahsiniyat, kegiatan produksi harus memperhatikan aspek keadilan, sosial, zakat, sedekah, infak dan wakaf, mengelola sumber daya alam secara optimal, tidak boros, tidak berlebihan serta tidak merusak lingkungan, distribusi keuntungan yang adil antara pemilik dan pengelola, manajemen dan karyawan.

Dalam hubungannya antara perusahaan dengan tenaga kerja sebagai kompensasi atau imbalan atas jasa kerja yang diberikannya dalam proses memproduksi barang atau jasa maka diberlakukan upah sebagai bentuk imbalan dan insentif hasil kerja. Sistem pengupahan tersebut dapat dikelompokkan menjadi sistem upah waktu, sistem prestasi (potongan) atau satuan produk, sistem upah borongan, sistem upah bonus. Islam memberikan pandangan untuk selalu memberitahutkan sistem serta besaran upah yang akan diberikan kepada setiap tenaga kerja, bahkan Islam mengharuskan perusahaan untuk tidak menunda-nunda pembayaran upah tersebut.

 

3.      Permodalan

Menurut Dwiwinarno (2008 dalam Haryadi, 2010), ada beberapa faktor penghambat berkembangnya UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) antara lain kurangnya modal dan kemampuan manajerial yang rendah. Meskipun permintaan atas usaha mereka meningkat karena terkendala dana maka sering tidak bisa untuk memenuhi permintaan. Hal ini disebabkan karena keterbatasan kemampuan untuk mendapatkan informasi tentang tata cara mendapatkan dana dan keterbasan kemampuan dalam membuat usulan untuk mendapatkan dana. Bagi UMKM nampaknya permodalan tetap menjadi salah satu kebutuhan penting guna menjalankan usahanya, baik kebutuhan modal kerja maupun investasi.

Menurut Mardiyatmo (2008) mengatakan bahwa modal sendiri adalah modal yang diperoleh dari pemilik usaha itu sendiri. Modal sendiri terdiri dari tabungan, sumbangan, hibah, saudara, dan lain sebagainya. Modal asing atau modal pinjaman adalah modal yang biasanya diperolehdari pihak luar perusahaan seperti dari pinjaman. Keuntungan modal pinjaman adalah jumlahnya yang tidak terbatas, artinya tersedia dalam jumlah banyak.

 Dalam menjalankan kegiatan usaha, UMKM tidak hanya membutuhkan dana yang berasal dari modal sendiri tetapi membutuhkan pula modal dari pihak lain karena permasalahan keterbatasan modal. Modal dari pihak lain dapat bersumber dari pinjaman Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) yang memberikan permodalan melalui pembiayaan syariah. Selain itu terdapat kebijakan pemerintah yang dapat membantu pengembangan UMKM dalam pengelolaan permodalan. Modal dari Bank Syariah tidak jauh berbeda dengan modal yang didapatkan dari bank konvensional bahwa tidak ada sanksi tertulis jika telat membayar tapi diperingatkan untuk membayar jika tidak akan didenda tapi dendanya tidak masuk kedalam pendapatan, melainkan masuk dalam pembukuan. Dimana denda yang dikenakan nasabah akan dimasukkan dalam dana sosial seperti ZIS (Zakat, Infaq, Shadaqah).

 

 III.            3. METODELOGI

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pendekatan Kualitatif. Dimana, dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola produksi masyarakat Dukuh Sutorejo yang terlibat dalam sebuah UMKM. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini yaitu :

1.      Wawancara, yaitu menggali sebuah informasi kepada narasumber untuk mendapatkan data dan melengkapi data.

2.      Observasi, yaitu menganalisis sebuah objek dengan tujuan untuk mengetahui dan memahami sebuah fenomena berdasarkan pengetabuan maupun gagasan yang sebelumnya sudah diketahui atau di analisa, untuk mendapatkan informasi guna melanjutkan sebuah penelitian agar lebih akurat.

 

3.      Dokumentasi, yaitu mengambil foto dan video sebagai bukti keaslian wawancara.

4.      Sumber Data, yaitu mengumpulkan data-data dari informan guna melengkapi dokumen penelitian. Adapun sumber data yang diperoleh yaitu :

a.       Penjual penthol

b.      Penjual minuman instan

c.       Penjual batagor

 

 IV.            4. PEMBAHASAN

1.      Penentuan Harga

Penetapan harga adalah sebuah proses menetapkan nilai suatu barang atau jasa yang akan diterima oleh produsen dalam menukar sebuah jasa atau barang tersebut. Penetapan harga bergantung pada rata-rata setiap pelaku bisnis, dan nilai yang layak dan sedang berlaku di pasaran atau membandingkan nilai dengan pesaing. Setiap pelaku bisnis, memulai usahanya demi meraih keuntungan. Maka, dalam menentukan sebuah harga ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar tidak berdampak buruk bagi keuangan produsen maupun konsumen.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, dua penjual yaitu penjual batagor dan minuman instan menentukan harga jual produknya sendiri. Sedangkan penjual penthol, tidak menentukan harga sendiri melainkan dari atasan atau pabrik yang menyediakan jasa reseller. Namun, penjual penthol menambah sedikit harga dari penentuan awal, tujuannya untuk mengambil keuntungan bagi dia sendiri. Jadi, setelah semua produk terjual, maka dia mengambil uang dari penentuan  harga yang dia tentukan sendiri dan menyetorkan uang dari penentuan harga awal.

 

2.      Biaya Produksi

Biaya produksi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan dalam suatu proses produksi. Biaya produksi meliputi bahan baku, biaya tenaga kerja, overhead pabrik, dan lainnya. Biaya produksi ditentukan untuk meraih keuntungan yang sesuai dengan pengeluaran produksi si pelaku bisnis.

Dan setiap pedagang mempunyai pengeluaran produksi yang berbeda-beda pada setiap produknya. Penjual batagor mengeluarkan biaya produksi sebesar Rp.100.000 perharinya. Sedangkan penjual minuman instan mengeluarkan biaya produksi sebesar Rp.500.000 perminggunya karena ia mengatakan bahwa belanjanya hanya perminggu saja. Berbeda dengan kedua penjual tadi, penjual penthol tidak mengeluarkan biaya produksi dan tidak tahu berapa pengeluaran biaya produksinya dikarenakan jualannya hanyalah produk setoran atau mengambil produk dari orang  lain.

 

3.      Potensi Laba/ Rugi

Dalam berbisnis, tidak akan lepas dari kata laba maupun rugi. Terkadang usaha yang dijalankan akan selalu untung, tetapi di lain waktu usaha itu akan mengalami fase di mana harus menerima kerugian. Pedagang batagor menerima laba sebesar Rp. 65.000- Rp. 70.000 perharinya. Sedangkan penjual minuman instan menerima laba hanya sebesar Rp. 50.000 perharinya, tergantung banyaknya pembeli. Sedangkan penjual penthol menerima laba sebesar Rp. 50.000 perhari, yaitu total nilai setelah dikurangi dengan pendapatan penuh perhari.

 

4.      Potensi Pendapatan

Berbisnis bukanlah sebuah hal yang mudah. Untuk dapat meraih keuntungan, para pelaku bisnis harus pintar-pintar mengatur strategi dagang.

Pendapatan yang diterima oleh pedagang batagor adalah Rp.130.000- Rp. 140.000 perhari. Sedangkan penjual minuman instan menerima pendapatan sekitar Rp. 500.000 perminggunya. Penjual penthol menerima pendapatan kotor sebesar Rp.150.000 perhari. Karena produk dagangan itu adalah milik orang lain, maka dikurangi dari hasil penentuan harga yang dia tentukan sendiri yaitu sebesar Rp. 50.000 perhari.

 

5.      Sumber Permodalan

Membuka bisnis tidak akan berjalan tanpa adanya modal. Sebab, modal adalah elemen penting yang dibutuhkan untuk memulai sebuah bisnis. Untuk penjual batagor dan minuman instan mendapatkan modal dari uangnya sendiri. Sedangkan penjual penthol, tidak menggunakan modal sama sekali sebab produk yang dia jual adalah milik orang lain.

 

6.      Sistem Permodalan dan Pembayaran

Dalam wawancara ketiga penjual yang dilakukan, tidak ada sumber modal dari eksternal. Maka, tidak ada sistem bunga atau jatuh tempo yang terlibat di dalamnya. Modal yang penjual peroleh benar-benar dari biaya sendiri.

 

7.      Keterlibatan Koperasi Syariah maupun Koperasi Konvensional

Untuk keterlibatan koperasi syariah maupun konvensional, ketiga pedagang tidak terlibat sama sekali dengan kedua koperasi tadi. Dikarenakan seluruh modal dari biaya sendiri.

 

8.      Jaminan Resiko Kerja

Semua pedagang ataupun tidak berdagang pasti memiliki resiko ataupun bahaya. Entah itu hal-hal yang sudah nampak ataupun resiko yang di luar dugaan. Berdasarkan hasil wawancara, penjual batagor memiliki resiko kerja yaitu menjadi target sasaran satpol pp, dikarenakan sedang masa pandemi. Sedangkan penjual minuman instan tidak ada resiko kerja sebab dia berjualan di depan rumahnya sendiri. Tidak lain halnya dengan kedua penjual tadi, penjual penthol akan menghadapi sepi minat pembeli.

Selain resiko yang diterima para penjual tadi, ada sebuah resiko lain yang tidak dapat di hindari oleh para penjual. Yaitu, sepi minat pembeli. Apalagi, sekarang masih dalam masa pandemi. Banyaknya pesaing juga menjadi faktor utama dalam menarik pembeli.

 

9.      Kesan dan Pesan terkait permodalan dan pemerintah

Para penjual mengeluhkan minat pembeli untuk datang disebabkan karena masa pandemi yang tidak kunjung usai. Obrakan dari satpol pp pun menjadi sebuah tamparan bagi penjual untuk membangkitkan semangat berjualan. Selain itu, masih ada para penjual yang harus berganti tempat dikarenakan para pesaing yang menempati tempat berjualan. Jadi sistem tempat yang digunakan yaitu siapa yang cepat datang maka dia yang berada di tempat itu.

 

    V.            5. KESIMPULAN

Dalam melakukan sebuah usaha, hal terpenting yang miliki adalah sebuah modal. Tanpa adanya permodalan maka usaha yang akan dilakukan akan terkendala. Selain itu, para pelaku usaha juga harus sigap dalam menentukan harga sebab itu adalah elemen terpenting dalam strategi pemasaran.

  Mengembangkan UMKM bukan hanya tanggung jawab masyarakat, namun juga pemerintah agar saling berinteraksi satu sama lain juga mampu mengembangkan usaha masyarakat. Pemerintah juga harus bertanggung jawab dalam menyediakan layanan bagi pelaku UMKM selaku masyarakat yang membutuhkan sumber pendapatan ekonomi. Para pelaku UMKM pun harus mempunyai semangat dan strategi pemasaran agar usaha yang diembannya menjadi andalan dalam mencukupi ekonomi.

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Muhammad Turmudi, Produksi dalam Perspektif Ekonomi Islam, (Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Institut Agama Islam Negeri Kendari : Jurnal Pemikiran Islam, Maret 2017) Vol.18 No.1

 

Paramita dan Zulkarnain, Peran Lembaga Keuangan Mikro Syariah terhadap Pemenuhan Kebutuhan Permodalan Usaha Mikro Kecil dan Menengah, (Program Studi Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi Islam Universitas Djuanda : Jurnal Syarikah, Juni 2018) Vol. 4 No. 1

 

Ferry Duwi dan Luluk Fauziah, Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam Penanggulangan Kemiskinan, (Program Studi Administrasi Negara Universitas Muhammadiyah Sidoarjo : Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik, September 2014) Vol. 2 No. 2

 

 

 

 

LAMPIRAN-LAMPIRAN

 

1.      Pertanyaan

Adapun beberapa pertanyaan yang ditanyakan :

 

1.       Bagaimana Penentuan Harga pada penjualan produk ini?

2.      Berapa biaya produksi yang dikeluarkan?

3.      Berapa potensi laba yang diperoleh?

4.      Berapa potensi pendapatan yang diperoleh?

5.      Bagaimana dengan sumber permodalan awal?

6.      Untuk sistem permodalan dan pembayarannya Bapak/Ibu bagaimana?

7.      Apakah ada keterlibatan Koperasi Syariah maupun Koperasi Konvensional?

8.      Jaminan Resiko kerja bagaimana?

9.      Kesan dan Saran pedagang terkait permodalan dan peran pemerintah bagaimana?

 

2.      Hasil Wawancara

Dari hasil wawancara yang saya lakukan, maka diperoleh informasi bahwa ada dua pedagang yang menentukan harga produksinya sendiri, dan satunya ditentukan oleh orang lain selaku pemilik usaha. Modal yang mereka peroleh juga dari biaya sendiri tanpa bantuan eksternal baik koperasi syariah maupun koperasi konvensiaonal.

Dalam UMKM, pendapatan dan laba/rugi tidak selalu menentu setiap harinya. Terkadang para pelaku usaha harus melewati pasang surutnya laba maupun rugi. Resiko yang mereka tanggung juga beragam. Namun, dari resiko-resiko yang dihadapi, faktor minat pembeli dan ketersediaan layanan tempat juga menjadi kendala dalam menjalankan usaha.

 

3.      Dokumentasi

 

1.      Penjual Batagor

 



2.      Penjual Minuman Instan

 

 

3.      Penjual Penthol

 



 

 

 

 

 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

IDENTIFIKASI INDEKS DESA ZAKAT DUSUN NGLARAN DESA PAGERLOR KECAMATAN SUDIMORO KABUPATEN PACITAN

Peranan Sistem Permodalan Bank Syariah Bagi UMKM

Akad Musyarakah